Dec 29, 2008

skenario pembodohan bangsa? (updated)

Suatu hari aku ikut sekretaris belanja ke pasar tebet. Belanja kue kering murah untuk stok kantor. Di pasar tebet itu kami belanja dan melihat-lihat barang-barang yang dijual di pasar itu, secara kita kan perempuan jadi ya wajar dong lihat-lihat dan tanya-tanya harga.

Sampai pada akhirnya kita sampai di toko langganan dan mulai memilih dan menimbang kue-kue kering yang diinginkan. Dan aku sebagai pendamping penggembira dalam berbelanja. Dan nanya2lah aku harga barang-barang di situ.

Penjual: mbak, ini ada biskuit malaysia, enak lho, banyak yg beli.
Aku: oya? Lebih enak ya dibanding biskuit lokal?
Penjual: kata yg sering beli sih iya, banyak deh yang beli.
Aku: ini milo 3in1 brapaan?
Penjual: kalo yg lokal 38ribu, kalo yang malaysia punya 42ribu.
Aku: emang beda gitu rasanya yang milo malaysia?
Penjual: iya mbak, lebih banyak susunya. Lebih berasa gitu.
Aku: ooo... (Berfikir)

Milo aja untuk indonesia ada takaran khusus, susunya gk sebanyak nilo malaysia. Entah kenapa yang ada di pikiranku adalah produk2 impor di indonesia kebanyakan mengalami downgrade kualitas. Kenapa? Ada apakah ini? Apa orang2 indonesia sengaja diberikan produk dengan kualitas demikian? Apa emang disengaja seperti itu kualitas produk yang dipasarkan di indonesia?

tidak cuma milo, kita tau kan banyak sepatu merek internasional yang dibuat di indonesia? mereka punya policy bahwa sepatu yang mereka kirim ke negara2 tertentu tidak akan di jual di indonesia. sepatu merek yg sama yg dipasarkan di indonesia beda pabriknya, atau beda apanya lah sehingga intinya beda aja deh.

itulah kenapa produk sisa ekspor kadang yang reject karena cacat produksi, bukan cacat kualitas bahan banyak dan laris di konsumsi di indonesia (lihat factory outlet sisa ekspor), lebih awet dan serius mbikinnya.

Dec 27, 2008

krisis gombal

akhirnya kena juga imbas krisis yang bikin bete kayak gombal. gombal berarti kain butut yang dimanfaatkan jadi lap. biasanya sebelum jadi lap, itu masih berupa baju atau perkakas lain.

dulu, sepatu harga 250 ribu sudah dipandang MAHALL bagi aku dan kalangan selevel aku. taun berapa ya itu? hmm mungkin awal2 aku di jakarta 2003. bertambah lagi masuknya merek2 sepatu luar, dimulai dengan vincci, charles n keith, nine west, everbest, rotelli. waktu itu dan tahun berikutnya, rata2 harga perpasang 200 rb an ke atas hingga 500 rb an. untuk sepatu mango n zara rata2 seharga 1 juta sepasang.

saat ini, bulan2 terakhir ini, charles n keith rata2 sudah 400rb an per pasang, begitu juga vnc. everbest dan nine west sudah mencapai harga 1 juta per pasang, hmmm dampak rate USD terhadap rupiah cukup kuat. dan membuat aku mengerem nafsu belanja, please deh hari gini belanja, krisis bo, mending nabung buat investasi.

akhirnya pergilah ke ITC, dengan harapan dapat baju keren dengan harga yang sesuai bajet. and u know what? baju yang... yaa biasa banget... nggak ada lapisannya, cuma panjang dan cocok untuk ke kantor, hmmm... sudah 400rb an harganya. padahal ITC gitu loh, bbrp bulan sebelumnya harga masih normal, 250rb itu dah dapet baju impor hongkong/taiwan dengan kualitas bagus. sekarang? OMIGOD. memang dituntut harus menabung.

make barang lokal? silakan saja, tetep aja harga naek, secara walo barang lokal, tapi lem, bahan sepatu/baju, sebagian masih impor. mana kualitas pas2an, murah tapi setaon kedepan minta ganti. so... mari kita hidup berhemat secara otomatis...

Dec 21, 2008

It's Good to be Happy

kita dapat kepada orang lain. kalo kita bahagia, kenapa kita tidak membahagiakan orang lain pula? namanya juga ibadah. selain kita emang menikmati kebahagiaan kita, kita juga senang membuat orang lain bahagia. sesuatu yang bajik.

namun apakah dikala kita tahu bahwa kebahagiaan itu sebenarnya semu? saat dimana kebahagiaan itu hanya sebagai judul, hanya spanduk, hanya label.

dalam kehidupan sosial, apalagi akhir-akhir ini, orang hanya melihat label, melihat luarnya saja, melihat judulnya saja. sejatinya bagaimana, orang nggak begitu peduli. asal melihat label kita: happy, orang lain memandang kita emang benar-benar happy. begitu pula dengan sebaliknya, label kita marah, atau kita mengekspresikan diri dengan marah, orang langsung saja menilai bahwa kita sedang marah.

kadang kita harus belajar bahwa apa yang tersurat tidaklah selalu menjadi yang tersirat.

kecuali memang kita memberi label diri itu hanya untuk supaya terlihat demikian.

is it good to be like a glass? say what u wanna say. sometimes people find something else in u when u say something, especially when it's not true. jadi makin keliatan.

tapi tetap kembali ke statistik, pada umumnya orang hanya melihat label, tapi percayalah, sebagian dari mereka sebenarnya tahu apa yang sedang terjadi...

Dec 20, 2008

Salah sendiri kamu bodoh!

Cerita ini sebenarnya nggak pantes diceritakan. Tapi aku dah nggak tahan untuk menceritakannya, semoga cerita ini menjadi: 1. cerita pengantar tidur; 2. bahan untuk ngegosip senin pagi nanti; 3. introspeksi diri; 4. introspeksi temen; 5. ngebantuin gw nampol-online yang bersangkutan, pilih salah satu yang mendekati kebutuhan anda.

Cerita ini sudah lama aku rasakan, tapi selama ini aku merasa nggak worthed membahasnya apalagi memikirkannya. Tapi pada akhirnya kepikir bagaimana caranya supaya menghindari mahluk yang menyebalkan itu.

Begini ceritanya...

Di dalam dunia kerja, pasti dong banyak diantara kita yang bekerja di perusahaan, baik perusahaan orang/negara/sendiri, pilih salah satu. tiap-tiap perusahaan beda-beda dong requirement nya terhadap karyawan yang direkrutnya, ada yg membutuhkan S1 minimal, ada yang membutuhkan sma minimal, pokoknya beda beda deh. ada yang ngasih gaji secukupnya sebulan, ada yang ngasih gaji gede banget, supaya tuh karyawan nggak pada korupsi, ada yang ngasih gaji biasa tapi setaon ada 36 kali gaji supaya pegawe-pegawenya nggak pada jadi vokalis atau bawel kalo ada kebijakan baru. Pokoknya beda-beda deh.

Dalam dunia pertemanan (bersosial) pasti kamu kadang tau berapa gaji temanmu, dan secara otomatis (manusiawi lah) membandingkannya dengan gajimu sendiri. nggak cuma gaji, tapi juga load kerjaan. Ada yang gajinya guede, tapi kerjaannya cuma nyuruh2 doang kayaknya (yaiyalah mana ada GM yg ngobeng? namanya juga general manager, me-manage yg general2 aja), ada yang kerjaannya bejibunnnn-berattt-bikin keringetan tapi gajinya segede UMR tambah gopek (yaiyalah mana ada OB yg kerjaannya nyuruh-nyuruh, dia pasti disuruh-suruh:p)

Tapi suatu ketika ternyata si OB ini punya sahabat yang sudah jadi GM di perusahaan tertentu yg beda dari tempat OB ini bekerja. Ngomong punya ngomong tuh OB sering ngobrol dgn GM dan tau apa pekerjaan GM itu (yg cuma nyuruh2 doang kalo dari cara berpikir seorang OB) dan tau lah berapa gajinya. Dibandingkanlah ama gaji dirinya OB itu sendiri. Sampe kadangkala OB itu emosi... KENAPA NASIB GUE BEGINI YA? kerjaan bejibun, tapi gaji segitu-gitu aja dah 8 taon kerja gak naek2... enaknya tuh temen gw yg GM, petantang petenteng tiap hari cuma nunjuk2 aja kerjaannya, gak pernah ngepel, gak pernah ngosek wc (yaiyalah booooo, dasar OB bego!) tapi gajinya guedeee, kagak abis2 deh buat ngebaso tiap hari dalam setaun.

Suatu ketika si GM dapet deviden. Sang OB nggak ngerti apa itu deviden, taunya ujug2 si GM punya duit aja trus beli helikopter. Gumam si OB, duh enak ya si GM, krisis global begini bisa aja beli helikopter... nasib nasib... kerjaan gak berenti-berenti, gaji gak naek-naek... sialan.

Si OB sepanjang hari sepanjang minggu sepanjang bulan bersungut-sungut terus memikirkan besar gaji temennya yg GM itu dan bonus serta deviden nya, dan pula kerjaan yang cuma nyuruh2 dan petantang petenteng. Hatinya panas membara, dan kecewa, kenapa gajinya nggak naek-naek.

Si GM sih asik2 aja nikmatin rizki yang diterimanya atas kinerjanya yang telah berhasil me-manage unitnya sehingga target tahun lalu tercapai 126% yang berimplikasi pada bonus akhir tahun. Si GM tidak lupa dengan sekitar, apalagi dengan sahabat2nya termasuk si OB. Ditraktirnya si temannya yang kebetulan cuma lulus SD, karena nggak mau sekolah SMP saking lemotnya otaknya, dan cuma bisa kerja sebagai OB itu juga karena si GM nelpon koleganya yang kebetulan nyari OB buat kantor barunya 8 taun yang lalu.

Sekarang, salah siapa kamu jadi OB? kenapa kamu nggak sekolah? kenapa kamu jadi orang bodoh? kenapa kamu menyesali hidup kamu yang sengsara karena pilihan hidup kamu sendiri? coba kamu rada pinter dan nerusin sekolah, dan masuk ke perusahaan terkemuka, dan kemudian dapet gaji yang jauh lebih besar dari UMR+gopek mu itu, dan kemudian ada jenjang karir dimana dalam 8 tahun kamu bisa jadi GM?

Salah sendiri bodoh...

Dec 2, 2008

kejawen

suatu hari di sebuah milis yang sangat open, artinya bukan harus membahas sesuatu yang khusus, ada seorang teman yang membahas tentang kaitan hari lahir seseorang dengan kelebihan dan kekurangan seseorang itu dan kaitannya dengan kehidupan dan karir seseorang itu. padahal waktu itu antara beberapa dari kita tahu bahwa yang dilakukan teman tadi hanya copy paste dari aplikasi primbon online. tak hanya dia tau bahwa hal tersebut adalah hal yang lucu dan membuat orang lain ketawa, dia juga berharap bahwa tulisan dia akan menjadi wacana bahwa kita memang masih tinggal di indonesia, bukan di negara lain.

mungkin hal tersebut sangat membuat sebagian pihak ketakutan bahwa akan banyak yang mengikuti dan mempercayai tulisan tersebut. nggak usah ditulis, tetap banyak kok yang percaya kejawen, dan kebanyakan mereka nggak ikut-ikutan, mereka secara sadar mau mengikuti ajaran tersebut. adalah tugas kita memang untuk meluruskan mereka, tapi apakah kita kena target? itu diluar apa yang akan dibahas disini.

para member milis yang kurang lebih tidak berbeda jauh cara berdikir daya nalar dan keimanannya, harusnya bisa menyikapi tulisan tersebut, apabila memang ada yang percaya terhadap primbon tidak akan serta merta percata, bahkan kalo percaya pun dia akan cari informasi yg lebih valid daripada si penulis yang copy paste itu tadi.

sungguh menyedihkan kondisi indonesia yang memiliki banyak ragam budaya, keyakinan, dan adat istiadat menjadi hal yang membingungkan bagi anak cucu kita nanti jika ada sebuah paham yang mendiskreditkan adat budaya tadi... akankah dibiarkan punah?

bukankah sebaiknya ragam adat istiadat tadi tetap dibiarkan demikian adanya tetapi menjadi tugas kita untuk memberikan pemahaman yang baik kepada keturunan kita untuk supaya mereka bisa menyikapi berbagai ragam budaya tadi?