Surti selalu berkaca pada diri sendiri, siapa dia, dan bagaimana seharusnya masa depan dia. Kotim sedang melayani tamunya, begitu pula dia nanti, besok dan sampai dia nggak ada yang mau lagi. Nggak ada yang mau? Mbak tien aja sampe seumur ini masih banyak yg mau kok. Aku juga pasti bisa, suara di sudut hati surti. tapi gila amat kamu ti, masak mau ngelonthe sampe tua? Berapa container dosa yang harus kamu pertanggung jawabkan? O iya ya, logika kelas 4 sd surti masih nyangkut untuk memikirkan hal seperti ini.
Aku gak seharusnya kerja seperti ini, tapi bisaku apa? Kerja di toko pun harus punya ijasah sma. Itu juga gajinya gak seberapa, paling Cuma mampu untuk nyewa kamar 3x2 dengan kasur tipis dan jendela kaca nako. Makan pas-pasan apalagi mau dandan secantik surti sekarang. Dah gitu kerjaan berat dari pagi sampe siang, kadang lembur. Beda sekali dengan keadaan surti sekarang walau kerjaan nggak patut untuk disebut, tapi dia punya tempat tinggal (sekaligus tempat kerja) yang layak dan hasil kerja dia berlipat2 dibanding jika dia harus bekerja sebagai spg supermarket.
Coba aku dikawin ama orang yang punya kerjaan tetap gitu ya, aku gak harus kerja kayak gini bahkan mungkin aku gak harus kerja sama sekali. Mas samin... ah sudahlah, gak mungkin aku kawin sama dia, mo dikemanain keluargnanya, atau aku mau seumur hidup dikejar2 perasaan bersalah gara2 membuat mas samin meninggalkan keluarganya atau rusak rumahtangganya. Semoga aja ada pengganti mas samin yang mau ngawini aku dan mengeluarkanku dari kerjaan yg gkjelas sepert ini, tapi orang seperti mas samin, gak selalu ada satu dalam seribu.
to be continued...
No comments:
Post a Comment