pada heboh ttg stpdn/IPDN ya? kenapa kudu nunggu ada yang mati dulu baru heboh? kenapa nunggu si cliff muntu mati, baru pemerintah turun tangan? perlu tumbal nyawa ya untuk pemerintah membuka matanya melihat kondisi bibit penopang struktur pemerintahan?
masih ingat jelas jelas seorang teman seangkatan dgn aku yang sekolah di stpdn, setiap pesiar dia menceritakan tentang pola pembinaan yang ada di dalam kampus stpdn itu, memang sudah preman abis dari sononya. taun 1992 bo. dan waktu itu semua pihak yang tahu ttg hal itu menganggap itu hal yang wajar untuk pembinaan jasmani, huh.
nggak mungkin para pengajar dan staf stpdn sebenarnya tau apa yang terjadi di dalam kampus barbar itu. tapi mereka membiarkannya dan menutup mata.
sampai pada akhirnya adikku masuk stpdn, kalo adikku itu cowo, mungkin aku melarang dia masuk stpdn. karena dia cewe, aku nggak begitu khawatir, walau tetap aja siswi stpdn juga teraniaya fisik, untung yang mati cowo-cowo ya. dan akhirnya ada yang mati juga di angkatan dia.
waktu itu semua media heboh, pemerintah menengok ke arah itu, harapan sih nggak akan terjadi lagi, dan sedemikan banyak orang tua akhirnya percaya menyekolahkan anak mereka ke stpdn, dikiranya setelah ada yg mati itu, gk bakal ada lagi pukul-pukulan.
hahahaha, ternyata mereka salah.
sapa bilang cewe ga ada yang mati ??
ReplyDeleteni fakta nya : Nindya tahun 2000, mati karena pendarahan aborsi.
Kematian Tak Wajar
1993, Madya Praja Aliyan, kontingen Kalimantan Barat jatuh dari Barak Bengkulu.
1994, Madya Praja Gatot, kontingen Jatim meninggal. Di dadanya ditemukan bekas kebiru-biruan dengan tulang dada retak.
1995, Madya Praja Alfian, kontingen Lampung meninggal di barak dengan kepala pecah
1997, Madya Praja Fahrudin, kontingen Jateng meninggal di kelas tanpa sebab jelas.
1999, Madya Praja Edy meninggal dunia dengan dalih belajar motor waktu praktik lapangan.
2000, Madya Praja Arizal, kontingen Sulsel meninggal dengan dalih tenggelam di Danau Toba.
2000, Madya Praja Purwanto, kontingen Jateng meninggal setelah lulus dari STPDN karena dada retak.
2000, Madya Praja Obeth Nego Indow, kontingen Papua meninggal di tempat kos kakak kelasnya karena muntah darah dengan dada retak.
3 Maret 2000, Eri Rahman, kontingen Jabar meninggal di rumah sakit setelah dipukuli tujuh praja senior.
2000, Nindya Praja Utari Mustika, kontingen DKI Jakarta meninggal akibat pendarahan aborsi.
25 Juli 2002, Muda Praja Teddy Frederich Hendra, kontingen Maluku meninggal dunia di pantai Cilacap setelah berenang.
2002, Madya Praja Wirman Nurman, kontingen Sulsel meninggal dan STPDN menyatakan sebagai korban kecelakaan.
2003, Madya Praja Wahyu Hidayat asal Jabar meninggal dunia akibat penganiayaan seniornya.
2004, Madya Praja Arizal Sasad, kontingen Jateng meninggal dan diumumkan karena kecelakaan.
2005, Madya Praja Irfan Albert Hibo, kontingen Papua meninggal di tempat kos dengan dalih bunuh diri.
2006, Wasana Praja Manfred Hubi, kontingen Papua meninggal di kampus IIP Cilandak Jakarta dan diklaim lever.
2007 Cliff Muntu, kontingen Sulawesi Utara, tewas dianiaya.
Sumber Inu Kencana. Data ini disampaikannya kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
iya tapi kan mati karena sex bebas, bukan karena digebugin seniornya :P
ReplyDelete