Suatu hari aku ikut sekretaris belanja ke pasar tebet. Belanja kue kering murah untuk stok kantor. Di pasar tebet itu kami belanja dan melihat-lihat barang-barang yang dijual di pasar itu, secara kita kan perempuan jadi ya wajar dong lihat-lihat dan tanya-tanya harga.
Sampai pada akhirnya kita sampai di toko langganan dan mulai memilih dan menimbang kue-kue kering yang diinginkan. Dan aku sebagai pendamping penggembira dalam berbelanja. Dan nanya2lah aku harga barang-barang di situ.
Penjual: mbak, ini ada biskuit malaysia, enak lho, banyak yg beli.
Aku: oya? Lebih enak ya dibanding biskuit lokal?
Penjual: kata yg sering beli sih iya, banyak deh yang beli.
Aku: ini milo 3in1 brapaan?
Penjual: kalo yg lokal 38ribu, kalo yang malaysia punya 42ribu.
Aku: emang beda gitu rasanya yang milo malaysia?
Penjual: iya mbak, lebih banyak susunya. Lebih berasa gitu.
Aku: ooo... (Berfikir)
Milo aja untuk indonesia ada takaran khusus, susunya gk sebanyak nilo malaysia. Entah kenapa yang ada di pikiranku adalah produk2 impor di indonesia kebanyakan mengalami downgrade kualitas. Kenapa? Ada apakah ini? Apa orang2 indonesia sengaja diberikan produk dengan kualitas demikian? Apa emang disengaja seperti itu kualitas produk yang dipasarkan di indonesia?
tidak cuma milo, kita tau kan banyak sepatu merek internasional yang dibuat di indonesia? mereka punya policy bahwa sepatu yang mereka kirim ke negara2 tertentu tidak akan di jual di indonesia. sepatu merek yg sama yg dipasarkan di indonesia beda pabriknya, atau beda apanya lah sehingga intinya beda aja deh.
itulah kenapa produk sisa ekspor kadang yang reject karena cacat produksi, bukan cacat kualitas bahan banyak dan laris di konsumsi di indonesia (lihat factory outlet sisa ekspor), lebih awet dan serius mbikinnya.
No comments:
Post a Comment