tulisan yang nggak perlu dibaca bagi: kaum fanatik, ekstrim, berpikiran dangkal, merasa benar sendiri, tidak terbuka akan perbedaan orang lain.
Feb 5, 2012
Journey 2 - The Mysterious Island | seharusnya bisa lebih 'nendang' lagi
Sequel dari film Journey to the center of the earth (2008) ini cukup menarik para penonton yang menyukai film pertamanya. Karena di film pertama, mereka dimanjakan oleh visual yang menakjubkan dan aksi Brendan Fraser yang lucu. Penonton akan menuntut film Journey 2 ini akan minimal semenarik Journey sebelumnya.
Di film ini, dengan sub judul: The Mysterious Island, yang menjadi aktor utama adalah Josh Hutcherson, yang di film ini sudah menjadi dewasa. Hal ini sangat berani mengingat warna Fraser sangat kuat di Journey pertama. Apalagi terkesan di Film Journey 2, Dwayne Johnson terkesan harus lucu juga, harus banyak senyum dan memberikan joke2. Tapi itu berkesan terpaksa, Johnson harus mengikuti karakter Fraser.
Begitu juga dengan pemeran ibu si Sean, Kristen Davis, di film ini dia seharusnya bisa lebih luwes sebagai ibu. Di sini dia terlihat berusaha menjadi sosok ibu yang memanjakan anak, dan itu cukup terlihat. Akting Davis dan Johnson kurang hidup, lebih terlihat pura-pura menjadi orang tua yang baik dan perhatian.
Peran yang apik tetap diwujudkan oleh Michael Caine, sebagai kakek Sean, dia memang aktor kawakan yang bisa menghidupkan film ini, dan juga si pemeran utama, pemuda, Josh Hutcherson, lumayan membuktikan dia siap untuk tampil ke kelanjutan Journey ini, yang kemungkinan adalah: From the earth to then Moon. Namun Hutcherson tetap harus lebih menjadi seorang Sean yang matang untuk di film Journey selanjutnya ini.
Secara keseluruhan film Journey 2 ini cukup menghibur, karena visualisasi Mysterious Island cukup memanjakan mata penonton, dilengkapi dengan tanaman dan hewan-hewan unik di pulau tersebut. Ditambah lagi akting lucu dari Luiz Gusman dan pastinya pemeran wanita (yang harus ada di setiap film), dan di film ini diperankan oleh: Vanessa Hudgens, yang entah kenapa kok bisa mirip sama Luiz Gusman yg memang menjadi papanya di film ini? hehehe.
Office Bullying
Beberapa kali dalam beberapa tahun terakhir ini, menerima curhatan dari beberapa anak buah orang lain tentang pekerjaan yang bertubi-tubi dari atasan mereka. Dan aku tau pasti mereka bukanlah orang pemalas yang gak mau kerja atau pilih2 pekerjaan. Tapi sebenar-benarnya mereka bekerjasesuai order dan kebetulan beberapa order memerlukan resource waktu dan alat kerja yang memadai. Namun mereka dituntut deadline dan kualitas yang dimau si pemberi order.
Dan itu berlangsung terus menerus di lingkungan, dilakukan oleh beberapa orang dari beberapa generasi dan beberapa level jabatan, dan juga dicurhatkan oleh beberapa orang yang berbeda tugas, berbeda lokasi kerja dan berbeda kurun waktu.
Yang aku bikin lega adalah, mereka curhat ke aku, artinya aku (mungkin) bukan dari jenis orang yang mereka curhatakan, sehingga mereka percaya untuk cerita ke aku. Dan itu benar-benar menjadi alat refleksi diri bahwa, aku jangan seperti itu.
Office bullying tidak selalu dalam arti kekerasan, bentakan, atau perlakuan yang tidak menyenangkan. Tetapi juga instruksi, order, suruhan yang tidak masuk akal, bertubi-tubi, semalam harus selesai dengan alat seadanya (pecahan batu ama bambu runcing kali) dan menyuruhnya seperti babu, ini dan itu dan anu, pokoknya begini, dan diulang lagi dan lagi.
Pelaku Office Bullying tidak akan menyadari bahwa apa yang mereka lakukan adalah salah dan tidak menyenangkan. Mereka punya prinsip bahwa:
1. Mereka juga melaksanakan tugas, dan punya target
2. Mereka punya bawahan, yang harus mau mengerjakan tugas, kalo gak mau ya silakan resign
3. Mereka juga kerja (belom tentu juga), dan pekerjaan harus di-sharing ke bawahan, dan bawahan harus mengerjakan
4. Mereka sudah memberikan alat kerja, ya harus digunakan sebaik2nya, cari bantuan di internet, cafri bantuan unit lain (tanpa ada bridging antara dia dan unit lain tersebut sehingga harus memelas2 ke unit lain dan ujung2nya dibantu seada2nya juga)
Menjadi salah satu pekerjaan rumah bagian HRD, bahwa ekosistem bekerja saat ini haruslah dibangun sedemikian rupa dan sedewasa mungkin sesuai dengan kondisi sosial saat ini. Masyarakat makin tahu apa dan bagaimana hak dan kewajiban mereka.
Subscribe to:
Posts (Atom)