Kita patut bangga karena punya ratusan, bahkan mungkin ribuan bahasa daerah yg ada dan digunakan di seantero Indonesia ini ya. Liat aja dari pulau2 terbesar kita, Sumatra, borneo, jawa, selebes, papua. Dari masing2 pulau besar itu pasti ada sedikitnya seratus bahasa daerah yang ada di sana. Aku nggak pernah sih nyari info tentang hal ini, tapi liat aja jawa timur, ada berbagai macam bahasa jawa yang ada disana. Bahasa jawa nya orang Surabaya beda dengan orang malang, apalagi madiun, kemudian jember, sangat berbeda. Bagi orang yg bukan berasal dari jawa mungkin terdengar sama aja antara bahasa2 yang ada di jawa timur tadi. Tapi bagi orang jawa timur sendiri pasti ngerti bedanya, apakah dia orang Surabaya, atau jember, apalagi banyuwangi.
Nggak salah kok kalo kita bangga dengan bahasa daerah kita. Sangat benar bahwa kita harus melestarikan budaya kita sendiri. Seperti kata iklan, kalo bukan kita, siapa lagi? Seandainya bahasa itu nggak digunakan, nggak dipakai, apalagi untuk kalangan muda dan berpendidikan yang lumayan, bisa dipastikan beberapa tahun lagi bahasa daerah tersebut akan hilang, punah. Sayang sekali.
Yang menarik pikiran ku adalah, saat aku mudik ke magetan dan melihat ada channel JTV yang ada di tivi ku. Fyi, papa baru beli booster baru untuk tivi kita di rumah, sehingga beberapa channel tivi yg sebelumnya Cuma kita denger dari tetangga2 sudah bisa kita lihat sekarang. Cuma ya itu, mamaku aja kaget kok, ada sebuah channel local jatim, JTV yang make bahasa jawa (timur) untuk bahasa pengantar sebagian besar acara yang dia tayangkan. Bener sih, bagus dan bener2 aku merasa berada di jawa timur.
Tapi kenapa ya kupingku masih nggak accept dengan bahasa jawa timur yang digunakan oleh si presenter acara berita, si mc sebuah acara rality show. Padahal sehari2, bahkan di Jakarta pun, aku sering menggunakan bahasa jawa timuran itu untuk ngobrol dengan teman2 sesama jatim. Tapi ini dalam acara berita bo! Dan fyi, bahasa jawa timur gk mengenal kromo inggil (as far as I know), karena seandainya ada bahasa kromo, pasti itu lah yg digunakan oleh si presenter JTV tadi. Masih kebayang di kepalaku, si presenter membawakan berita criminal, dengan menyebut si tersangka dengan sebutan : "bajingan". Hehe, lucu ya. Terdengar sangat kaku. Sangat kasar? Emang bahasa jastim itu bagu sebagian kuping terdengar kasar, kalo nggak kasar, bukan jawa timur rek! :)
Eniwe, salut aja dengan JTV, Cuma bagiku, bahasa untuk berita bisa lebih di percantik dikit. Ndak dosa kok untuk tetap memakai beberapa istilah bahasa Indonesia, toh kita kan tetep orang Indonesia.
No comments:
Post a Comment